CatatanLepas , oleh, wirawanBrotoyuwono, september, 2006

Penderitaan semakin terasa ketika mengenang kebahagiaan yang kadang tidak kita sadari.
> Prakata
> ListCatatan :
>> Gatal ya Digaruk Saja
>> Dreaming Properties
>> Sisa 4. Tak Lebih.
>> Tim yang Solid
>> Pengemis-pun Kasihan
>> Gundul.Harus itu.
>> Ganti, ya jangan..
>> Serba Bodoh
> TumorOtakSaya :
>> Gejala.Awam ?!
>> Diagnosa
>> MedicalTreatment(1)
>> MedicalTreatment(2)
>> HomeCare
>> Hari ini
> BayanganLiar :
>> SteveJobs
>> Kambing Hitam
>> Copy'n'Paste
>> BIOS
>> SampahOrganik
>> Korespondensi
>> Kucing
>> MSCA
>> Lupa
>> CCTV
>> T.I.K
>> RadenGatotkaca
>> Telat Terus
>> TempatSampah
>> Proyek
>> Putar Kepala
>> AlurStudi
>> VoIP
>> Hosting
>> TelMon
>> eMail
>> ReviSet
>> PresPLO
>> Grafik(2)
>> Tidur(3)
>> Kuda
>> Lepas Tongkat
>> ssh
>> Tidur(2)
>> Nginternet
>> Bau Sate
>> MbahDukun
>> Kress Kress
>> Perangko
>> Password
>> Pakai 3
>> Robot
>> GrafikAneh
>> PendekarCapKakiTiga
>> Panjang Sebelah ?!
>> JamPulang
>> PHP ber-awk
>> Tidur
>> arsip(Lama) :
> Cerpen :
>> cerpen -- Sosok dan Mouse
>> cerpen -- Grep Rasa Durian
>> cerpen -- Lurah DHCP
>> cerpen -- Komidi 'RRD'
>> cerpen -- Desain Grafis cap ___________ Kue Lapis
> Artikel :
>> artikel -- Terbilang Perl-way
>> artikel -- BillingSystem
>> artikel -- TelkomMonitor
>> artikel -- upTimeMonitor

> Galeri :
>> MDF_(dok/WB)
>> Terbilang -- v.PHP
>> GoogleMON
.. CatatanLepas

Grep Rasa Durian
oleh : wirawanBrotoyuwono

Harum menyengat yang memabukkan. Durian. Keluarga saya sangat menyukainya. Bila musimnya tiba, kami pasti meluangkan waktu sekali dua untuk menikmatinya. Ini jadi semacam ritual tahunan bagi kami.

***
Seperti sore itu. Bertiga. Saya, istri saya dan sang putri mengunjungi seorang penjual durian. Dia langganan kami. Sebenarnya tidak hanya durian, ada buah lain yang dijualnya, tapi selalu durian yang teristimewa bagi kami.

Kami berencana menyantap durian langsung di tempat dijualnya. Ya karena repot kalau harus membawa pulang durian utuh, juga kami kesulitan 'membuka' durian, dan terutama karena kami bisa langsung melakukan 'complaint pada penjual bila duriannya ternyata mentah, tidak manis atau terlalu tipis dagingnya. Biasanya ada penurunan harga durian bersangkutan bila kasus itu terjadi.

Ber-'say hello' pada penjual, lalu saya menggelar tikar plastik, sebagai alas duduk kami bertiga, yang dipersiapkan dari rumah, celemek untuk sang putri, juga sebotol besar air untuk membasuh tangan dan mulut yang pasti ‘belepotan kotor’ setelah menyantap durian. Di halaman rumah penjual, tempat dagangan dijajakan biasanya sudah ada beberapa pasangan penikmat durian. Halaman dinaungi beberapa pohon besar sehingga suasananya sejuk dan nyaman. Bagai pesta kebun, perhelatan dengan menu spesial durian digelar.

Lalu kami memilih durian yang akan disantap. Sebenarnya saya tak paham cara menentukan durian yang bagus. Saya hanya mempertimbangkan tentang baunya, besar ukuran dan perkiraan masak mentahnya. Tentang teori bahwa bila digoyang-goyangkan durian akan bersuara nyaring bila daging-buah-nya tipis atau akan bersuara lemah bila daging-buah-nya tebal, saya meragukan hal itu. Mungkin karena saya memang cenderung kurang yakin pada pendengaran sendiri.
Tawar menawar. Kesepakatan harga, dan sebuah durian 'dibuka'

Kali ini saya tidak bisa ikut menyantap durian, untuk alasan kesehatan, saya masih dalam pengawasan medis tentang suatu penyakit yang saya derita. Ya terpaksa saya harus cukup puas menikmati bau harum-nya saja.

Saya kenakan celemek pada sang putri. Dia,
"Jangan kencang-kencang ngikat talinya ya, soalnya aku mau makan duren banyak sampai gendut. Eh i ya, aku bawa permen. Rasa duren. Boleh diminta kok, itu di tas-ku, ambil sendiri."
"Terima kasih, nanti saja kalo kepingin."
Perhelatan dimulai. Istri dan sang putri. Satu persatu durian disantap. Lima menit kemudian saya sudah tak bisa mengenali wajah mereka lagi. Belepotan. Sangat nikmat, pastinya. Bau durian semakin harum semerbak.

Saya alihkan pandangan dari mereka dan durian. Bikin kepingin saja.
Saya ingat sesuatu. Permen !!.
Lalu saya raih tas kecil milik sang putri yang tergeletak di samping pemiliknya. Saya jelajahi isinya. Ketemu. Ada beberapa.
Saya buka satu, kulum, ini cukup mengobati keinginan saya. Eeehm ... rasa durian.

***
Sudah malam.
Setelah menceritakan satu-dua dongeng pengantar tidurya, sambil memandangi sang putri yang sudah terlelap, dialog saya dengan istri,

"Dia suka sekali makan permen ya?."
"Tentu. Setiap anak kecil hampir pasti menyukai-nya."
"Apa dia selalu memilih permen dengan rasa durian yang disukainya ?"
"Ya begitu. Bahkan ketika aku membeli permen dalam kemasan plastik besar yang berisi macam-macam rasa, dia selalu memilih sesuai dengan pilihannya sendiri. Satu-persatu bungkusan kecil permen dibaca, yang 'rasa durian' dipisahkan dengan yang 'bukan rasa durian'."
"Pasti itu sangat merepotkan bagi anak sekecil dia."
"Ya memang iya sih, tapi memang caranya kan begitu. Apa kamu punya cara yang lebih gampang ? Lebih praktis ?".

Dialog terhenti.
Saya berpikir tentang cara yang 'lebih gampang' dan 'lebih praktis'.
Berangan-angan. Mungkin itu caranya.
Lalu, saya berencana untuk sang putri, esok malam akan saya ceritakan sebuah dongeng indah tentang konsep 'regular expression',
tentang ..... grep "rasa durian" *.

minomartani, pebruari, 2007
PostingTerbaru :
>> SteveJobs , 11/10/11
>> KambingHitam , 11/08/11
>> Copy'n'Paste , 18/04/11
>> BIOS , 11/04/11
>> SampahOrganik , 29/03/11
>> Korespondensi , 28/03/11
>> Kucing , 23/03/11
>> MSCA , 21/03/11
>> Lupa ,14/03/11
>> CCTV ,10/03/11
>> T.I.K ,7/03/11
>> Gatotkaca ,7/03/11
>> Telat Terus ,28/02/11
>> TempatSampah ,24/02/11
>> Proyek ,21/02/11